Siapakah Suamimu di Surga?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saudariku muslimah, tahukah kamu siapa suamimu di surga
kelak?(1) Artikel di bawah ini akan menjawab pertanyaan
anti. Ini bukan ramalan dan bukan pula tebakan, tapi
kepastian (atau minimal suatu prediksi yang insya Allah
sangat akurat), yang bersumber dari wahyu dan komentar
para ulama terhadapnya. Berikut uraiannya:
Perlu diketahui bahwa keadaan wanita di dunia, tidak lepas
dari enam keadaan:
1. Dia meninggal sebelum menikah.
2. Dia meninggal setelah ditalak suaminya dan dia belum
sempat menikah lagi sampai meninggal.
3. Dia sudah menikah, hanya saja suaminya tidak masuk
bersamanya ke dalam surga, wal’iyadzu billah.
4. Dia meninggal setelah menikah baik suaminya menikah
lagi sepeninggalnya maupun tidak (yakni jika dia meninggal
terlebih dahulu sebelum suaminya).
5. Suaminya meninggal terlebih dahulu, kemudian dia
tidak menikah lagi sampai meninggal.
6. Suaminya meninggal terlebih dahulu, lalu dia menikah
lagi setelahnya.
Berikut penjelasan keadaan mereka masing-masing di dalam
surga:
Perlu diketahui bahwa keadaan laki-laki di dunia, juga
sama dengan keadaan wanita di dunia: Di antara mereka
ada yang meninggal sebelum menikah, di antara mereka ada
yang mentalak istrinya kemudian meninggal dan belum
sempat menikah lagi, dan di antara mereka ada yang istrinya
tidak mengikutinya masuk ke dalam surga. Maka, wanita
pada keadaan pertama, kedua, dan ketiga, Allah -’Azza wa
Jalla- akan menikahkannya dengan laki-laki dari anak Adam
yang juga masuk ke dalam surga tanpa mempunyai istri
karena tiga keadaan tadi. Yakni laki-laki yang meninggal
sebelum menikah, laki-laki yang berpisah dengan istrinya
lalu meninggal sebelum menikah lagi, dan laki-laki yang
masuk surga tapi istrinya tidak masuk surga.
Ini berdasarkan keumuman sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- dalam hadits riwayat Muslim no. 2834 dari
sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-:
ﺎَﻣ ﻲِﻓ ٌﺏَﺰْﻋَﺃ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ
“Tidak ada seorangpun bujangan dalam surga”.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin -rahimahullah- berkata dalam Al-
Fatawa jilid 2 no. 177, “Jawabannya terambil dari
keumuman firman Allah -Ta’ala-:
ْﻢُﻜَﻟَﻭ ﺎَﻬﻴِﻓ ﺎَﻣ ﻲِﻬَﺘْﺸَﺗ ْﻢُﻜُﺴُﻔْﻧَﺃ ْﻢُﻜَﻟَﻭ ﺎَﻬﻴِﻓ ﺎَﻣ .َﻥﻮُﻋَّﺪَﺗ ًﻻُﺰُﻧ ْﻦِﻣ
ٍﺭْﻮُﻔَﻏ ٍﻢْﻴِﺣَﺭ
“Di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan
dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta.
Turun dari Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Fushshilat: 31)
Dan juga dari firman Allah -Ta’ala-:
ﺎَﻬﻴِﻓَﻭ ﺎَﻣ ُﺲُﻔْﻧَﺄْﻟﺍ ِﻪﻴِﻬَﺘْﺸَﺗ ُّﺬَﻠَﺗَﻭ ُﻦُﻴْﻋَﺄْﻟﺍ ﺎَﻬﻴِﻓ ْﻢُﺘْﻧَﺃَﻭ َﻥﻭُﺪِﻟﺎَﺧ
“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini
oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di
dalamnya.” (Az-Zukhruf: 71)
Seorang wanita, jika dia termasuk ke dalam penghuni surga
akan tetapi dia belum menikah (di dunia) atau suaminya
tidak termasuk ke dalam penghuhi surga, ketika dia masuk
ke dalam surga maka di sana ada laki-laki penghuni surga
yang belum menikah (di dunia).
Mereka -maksud saya
adalah laki-laki yang belum menikah (di dunia)-, mereka
mempunyai istri-istri dari kalangan bidadari dan mereka juga
mempunyai istri-istri dari kalangan wanita dunia jika mereka
mau. Demikian pula yang kita katakan perihal wanita jika
mereka (masuk ke surga) dalam keadaan tidak bersuami
atau dia sudah bersuami di dunia akan tetapi suaminya tidak
masuk ke dalam surga. Dia (wanita tersebut), jika dia ingin
menikah, maka pasti dia akan mendapatkan apa yang dia
inginkan, berdasarkan keumuman ayat-ayat di atas”.
Dan beliau juga berkata pada no. 178, “Jika dia (wanita
tersebut) belum menikah ketika di dunia, maka Allah -Ta’ala-
akan menikahkannya dengan (laki-laki) yang dia senangi di
surga. Maka, kenikmatan di surga, tidaklah terbatas kepada
kaum lelaki, tapi bersifat umum untuk kaum lelaki dan
wanita. Dan di antara kenikmatan-kenikmatan tersebut
adalah pernikahan”.
Adapun wanita pada keadaan keempat dan kelima, maka
dia akan menjadi istri dari suaminya di dunia.
Adapun wanita yang menikah lagi setelah suaminya
pertamanya meninggal, maka ada perbedaan pendapat di
kalangan ulama. Sebagian ulama -seperti Syaikh Ibnu
‘Ustaimin- berpendapat bahwa wanita tersebut akan
dibiarkan memilih suami mana yang dia inginkan.
Ini merupakan pendapat yang cukup kuat, seandainya tidak
ada nash tegas dari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
yang menyatakan bahwa seorang wanita itu milik suaminya
yang paling terakhir. Beliau -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda:
ُﺓَﺃْﺮَﻤْﻟَﺍ ﺎَﻬِﺟﺍَﻭْﺯَﺃ ِﺮِﺧﺂِﻟ
“Wanita itu milik suaminya yang paling terakhir”. (HR. Abu
Asy-Syaikh dalam At-Tarikh hal. 270 dari sahabat Abu
Darda` dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-
Shohihah: 3/275/1281)
Dan juga berdasarkan ucapan Hudzaifah -radhiyallahu
‘anhu- kepada istri beliau:
ْﻥِﺇ ِﺖْﺌِﺷ ﻲِﻧْﻮُﻜَﺗ ْﻥَﺃ ﻲِﺘَﺟْﻭَﺯ ﻲِﻓ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ َﻼَﻓ ﻲِﺟِّﻭَﺰُﺗ .ﻱِﺪْﻌَﺑ َّﻥِﺈَﻓ َﺓَﺃْﺮَﻤْﻟﺍ
ﻲِﻓ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﺮِﺧﺂِﻟ ﺎَﻬِﺟﺍَﻭْﺯَﺃ ﻲِﻓ .ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ َﻚِﻟَﺬِﻠَﻓ ُﻪﻠﻟﺍ َﻡَّﺮَﺣ ﻰَﻠَﻋ ِﺝﺍَﻭْﺯَﺃ ِّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ
َﻦْﺤِﻜْﻨَﻳ ْﻥَﺃ ُﻩَﺪْﻌَﺑ َّﻦُﻬَّﻧَﺄِﻟ ُﻪُﺟﺍَﻭْﺯَﺃ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ﻲِﻓ
“Jika kamu mau menjadi istriku di surga, maka janganlah
kamu menikah lagi sepeninggalku, karena wanita di surga
milik suaminya yang paling terakhir di dunia. Karenanya,
Allah mengharamkan para istri Nabi untuk menikah lagi
sepeninggal beliau karena mereka adalah istri-istri beliau di
surga”. (HR. Al-Baihaqi: 7/69/13199 )
Faidah:
Dalam sholat jenazah, kita mendo’akan kepada mayit wanita:
ﺎًﺟْﻭَﺯ ﺎَﻬْﻟِﺪْﺑَﺃَﻭ ﺍًﺮْﻴَﺧ ﺎَﻬِﺟْﻭَﺯ ْﻦِﻣ
“Dan gantilah untuknya suami yang lebih baik dari suaminya
(di dunia)”.
Masalahnya, bagaimana jika wanita tersebut meninggal
dalam keadaan belum menikah. Atau kalau dia telah
menikah, maka bagaimana mungkin kita mendo’akannya
untuk digantikan suami sementara suaminya di dunia, itu
juga yang akan menjadi suaminya di surga?
Jawabannya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin -rahimahullah-. Beliau menyatakan, “Kalau
wanita itu belum menikah, maka yang diinginkan adalah
(suami) yang lebih baik daripada suami yang ditakdirkan
untuknya seandainya dia hidup (dan menikah). Adapun
kalau wanita tersebut sudah menikah, maka yang diinginkan
dengan “suami yang lebih baik dari suaminya” adalah lebih
baik dalam hal sifat-sifatnya di dunia (2). Hal ini karena
penggantian sesuatu kadang berupa pergantian dzat,
sebagaimana misalnya saya menukar kambing dengan
keledai.
Dan terkadang berupa pergantian sifat-sifat,
sebagaimana kalau misalnya saya mengatakan, “Semoga
Allah mengganti kekafiran orang ini dengan keimanan”, dan
sebagaimana dalam firman Allah -Ta’ala-:
ُﺽْﺭَﺄْﻟﺍ ُﻝَّﺪَﺒُﺗ َﻡْﻮَﻳ ِﺽْﺭَﺄْﻟﺍ َﺮْﻴَﻏ ُﺕﺍَﻮَﻤَّﺴﻟﺍَﻭ
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang
lain dan (demikian pula) langit.” (Ibrahim: 48)
Bumi (yang kedua) itu juga bumi (yang pertama) akan tetapi
yang sudah diratakan, demikian pula langit (yang kedua) itu
juga langit (yang pertama) akan tetapi langit yang sudah
pecah”. Jawaban beliau dinukil dari risalah Ahwalun Nisa` fil
Jannah karya Sulaiman bin Sholih Al-Khurosy.
___________
(1) Karenanya sebelum berpikir masalah ini, pikirkan dulu
bagaimana caranya masuk surga.
(2) Maksudnya, suaminya sama tapi sifatnya menjadi lebih
baik dibandingkan ketika di dunia.
silahkan saling berbagi dan yg suka tag sendiri aja yach.....^_^
salam santun........
_______shalsyabela____________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar