Senin, 10 September 2012

"Apakah Allah percaya pd Ibumu"


apakah Allah percaya padamu ibu ====================================== Tampak seorang ibu muda sedang bermuram durja. Wajahnya kelihatan murung, rambutnya kusut . Dia duduk temenung sendirian. Suaminya menatapnya dengan wajah sedih. Usut punya usut tenyata ibu muda itu baru saja kehilangan putranya yang baru berumur tiga bulan. Betapa sedihnya kehilangan anak yang baru berumur segitu. Beberapa sanak saudar berkunjung ikut bela sungkawa karena anak itu ternyata putra ketiga mereka dari usia pernikahan yang sudah menginjak lima tahun. Ketiga-tiganya meninggal pada usia kurang dari satu tahun. Hal ini jadi bahan diskusi tetangga-tetangga kanan kiri. “ Ada apa ya dengan ibu itu kenapa putranya selau meninggal seperti itu ?” tanya salah seorang diantara beberapa ibu-ibu yang sedang ngerumpi. “Yach…gak tau juga barangkali itu sudah nasibnya demikian” jawab yang lain. “Saya pernah denger katanya perempuan yang selalu kehilangan bayi disebut matenan. Apa begitu ?” “Ya, saya juga pernah dengar begitu. Bahkan ada perempuan yang selau gonta ganti suami bukan karena cerai tapi karena suaminya meninggal setelah mengawini perempuan itu” Kree..k, suara pintu terdengar. ibu-ibu yang duduk disitu terkejut ketakutan karena mereka habis ngobrolin hal-hal yang seram. Ternyata yang membuka pintu Mbah Harjo, ibunya ibu yang rumahnya ketempatan ngrumpi. Mbah harjo heran melihat wajah ketakutan ibu-ibu tukang ngrumpi itu. “Kok pada kaget….? Memangnya ada apa ?” tanya mbah harjo penasaran. Ibu-ibu itu nggak menjawab. Sebagian senyum-senyum sebagian lagi menunduk. “Hmm……saya tahu…kalian ngomongin Wati kan…yang baru kehilangan anak itu…?” Wajah ibu-ibu itu tampak malu karena mereka ketahuan lagi ngomongin orang lain. Cerita Ibu Mbah Harjo _________________________ “Kalo menurut ibu gimana, bu ?” tanya anak perempuannya. “ Ibu juga nggak tahu sebab hidup dan mati itu sepenuhnya ada dalam genggaman Tuhan, hanya ibu pernah dengar dulu nenekmu pernah cerita….” Mbah harjo memutus bicaranya. “Cerita apa ,mbah,….? CerItain dong ke kami-kami ini siapa tahu berguna…” celetuk salah satu diantara mereka. “Uhuk…uhuk…uhuk…mbah harjo terbatuk batuk sambil menghela napas. Tampak wajahnya menyimpan misteri. “Ayo dong ,bu,ceritain, kami penasaran nich….” kata anaknya nggak sabar. “Dulu adik nenekmu juga begitu. Setiap kali dia melahirkan anak maka anak itu meninggal dalam usia kurang dari enam bulan. Tidak hanya tiga kali bahkan sampai sebelas kali. Suaminya tetap sabar mendampingi dia. Suatu hari pernah suaminya berkata : “Kalau sampai dua belas kali aku akan menceraikan dia”, begitu katanya. Selang beberapa bulan kemudian adik nenekmu hamil untuk yang ke dua belas. Ucapan suaminya akhirnya sampai juga di telinga Bulek (ibu cilik;panggilan untuk adik perempuan ibu) tapi terlambat karena dia sudah hamil enam bulan . Sejak itu dia murung, ketakutan. Dia berpikir kalau benar terjadi bagaimana dirinya nanti, siapa yang mau menggantikan suaminya kalau dia dicerai. “Malang benar nasibku” begitu katanya sambil meratapi nasibnya.Begitulah hari demi hari dia lalui. Dia memandangi perutnya yang semakin membesar. Sampai kandungannya berusia sembilan bulan dia tampak tertekan dan semangat hidupnya hilang. Dia merasa sebentar lagi dia akan melahirkan dan dia trauma apalagi ditambah ucapan suaminya itu. Mimipi Suami Si Ibu _______________________________ “Esok harinya suaminya mendatangi ibu . Dia bercerita bahwa tadi malam dia mendapat firasat buruk. Dia bermimpi melihat pohon mangga berbuah tetapi buahnya gugur ke tanah. Dia hitung buah yang gugur sebelas biji. Selesai menghitung dia melihat pohon mangga itu layu dan mati tapi masih ada satu buah yang tergantung di pohon. Tidak lama kemudian pohon itu tumbang bersama buah ke dua belas….uhuk…uhuk..uhuk” mbah harjo terbatuk-batuk sambil menghela napas panjang. Ibu-ibu yang mendengarkan cerita mbah harjo celingukan. Mereka saling pandang satu sama lainnya. Putri mbah harjo tidak berani bersuara, dia terdiam seakan-akan sudah tahu kemana arah jalan cerita ibunya itu. Mbah harjo meneruskan ceritanya: “Selang dua minggu kemudian ada orang datang memberitahu ibu bahwa buleknya telah tiada bersama dengan anak yang ia kandung. Dia meninggal saat melahirkan dan jabang bayi yang ia kandung juga ikut meninggal. Bulek ibu dikubur bersama dengan bayinya yang terahir. Keluarga ibu mendapat duka yang dalam terlebih lagi suami buleknya. Dia sangat menyesal kenapa dia sampai mengeluarkan kata-kata seperti itu. Kalau dia ingin menceraikan istrinya kenapa tidak dia ceraikan ketika belum hamil mengapa harus menunggu sampai anak ke duabelas. Hal ini menjadi perbincangan yang ramai di keluarga sampai pada akhirnya suami almarhumah bulek pergi dari rumah tanpa pamit. Hampir setengah tahun kami mencarinya tapi jejaknya tidak kelihatan. Ada yang mengatakan dia ke luar pulau Jawa dan ada yang mengatakan dia sudah meninggal dsb. Selang lima tahun kemudian kami mendapatkan kabar bahwa dia sekarang sudah berkeluarga dan mempunyai keturunan tiga orang anak, dua laki-laki dan yang bungsu perempuan. Titipan Tuhan Pada Ibu Adalah Tanda KepercayaanNya Lama kejadian ini kami simpan tidak pernah kami bahas lagi hingga pada suatu hari almarhum ayahmu menceritakan kejadian ini kepada temannya di kampung. Temannya itu menjawab : “Saya pernah bertanya kepada ibu saya kenapa ibu saya punya sebelas orang anak dan saya adalah anak kesebelas sedangkan bude saya (kakak perempuan ibu) tidak punya keturunan. Ketika hal ini saya tanyakan ibu saya menjawab : “Barangkali Tuhan percaya kepada ibumu oleh sebab itu dia menitipkan hambanya sampai sebelas orang sedangkan mbakyu (kakak perempuan) tidak dia beri momongan (anak). Apakah Tuhan tidak percaya kepada mbakyu ?” tanya ibu kepada saya. Saya tidak menjawab karena saya takut salah dan menyinggung perasaan orang tua. Ibu saya meneruskan, “Anak itu kan titipan, betul…. ? Apakah kamu mau menitipkan sesuatu kepada orang yang tidak kamu yakini dia bisa menjaganya ?. Oleh karena itu jika jika kamu nanti dititipi Tuhan apapun wujudnya hendaklah kamu jaga titipan itu sebaik- baikya jangan kamu sia-siakan” Ibu-ibu tukang ngerumpi itu paham dengan cerita Mbah Harjo, sebab menjaga dengan baik titipan itu termasuk tanda terimakasih kepada Sang Penitip yang telah percaya menitipkan hambaNya kepada mereka. semoga bermanfaat silahkan saling berbagi dan ambil ibrahnya,salam santunku_____^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar