apakah Allah percaya padamu ibu
======================================
Tampak seorang ibu muda sedang
bermuram durja. Wajahnya kelihatan
murung, rambutnya kusut . Dia duduk
temenung sendirian. Suaminya menatapnya
dengan wajah sedih. Usut punya usut
tenyata ibu muda itu baru saja kehilangan
putranya yang baru berumur tiga bulan.
Betapa sedihnya kehilangan anak yang baru
berumur segitu. Beberapa sanak saudar
berkunjung ikut bela sungkawa karena anak
itu ternyata putra ketiga mereka dari usia
pernikahan yang sudah menginjak lima
tahun. Ketiga-tiganya meninggal pada usia
kurang dari satu tahun. Hal ini jadi bahan
diskusi tetangga-tetangga kanan kiri.
“ Ada apa ya dengan ibu itu kenapa
putranya selau meninggal seperti itu ?”
tanya salah seorang diantara beberapa
ibu-ibu yang sedang ngerumpi.
“Yach…gak tau juga barangkali itu sudah
nasibnya demikian” jawab yang lain.
“Saya pernah denger katanya perempuan
yang selalu kehilangan bayi disebut
matenan. Apa begitu ?”
“Ya, saya juga pernah dengar begitu.
Bahkan ada perempuan yang selau gonta
ganti suami bukan karena cerai tapi karena
suaminya meninggal setelah mengawini
perempuan itu”
Kree..k, suara pintu terdengar. ibu-ibu yang
duduk disitu terkejut ketakutan karena
mereka habis ngobrolin hal-hal yang seram.
Ternyata yang membuka pintu Mbah Harjo,
ibunya ibu yang rumahnya ketempatan
ngrumpi. Mbah harjo heran melihat wajah
ketakutan ibu-ibu tukang ngrumpi itu.
“Kok pada kaget….? Memangnya ada apa ?”
tanya mbah harjo penasaran. Ibu-ibu itu
nggak menjawab. Sebagian senyum-senyum
sebagian lagi menunduk.
“Hmm……saya tahu…kalian ngomongin
Wati kan…yang baru kehilangan anak itu…?”
Wajah ibu-ibu itu tampak malu karena
mereka ketahuan lagi ngomongin orang
lain.
Cerita Ibu Mbah Harjo
_________________________
“Kalo menurut ibu gimana, bu ?” tanya anak
perempuannya.
“ Ibu juga nggak tahu sebab hidup dan mati
itu sepenuhnya ada dalam genggaman
Tuhan, hanya ibu pernah dengar dulu
nenekmu pernah cerita….” Mbah harjo
memutus bicaranya.
“Cerita apa ,mbah,….? CerItain dong ke
kami-kami ini siapa tahu berguna…”
celetuk salah satu diantara mereka.
“Uhuk…uhuk…uhuk…mbah harjo terbatuk
batuk sambil menghela napas. Tampak
wajahnya menyimpan misteri.
“Ayo dong ,bu,ceritain, kami penasaran
nich….” kata anaknya nggak sabar.
“Dulu adik nenekmu juga begitu. Setiap kali
dia melahirkan anak maka anak itu
meninggal dalam usia kurang dari enam
bulan. Tidak hanya tiga kali bahkan sampai
sebelas kali. Suaminya tetap sabar
mendampingi dia. Suatu hari pernah
suaminya berkata : “Kalau sampai dua belas
kali aku akan menceraikan dia”, begitu
katanya. Selang beberapa bulan kemudian
adik nenekmu hamil untuk yang ke dua
belas. Ucapan suaminya akhirnya sampai
juga di telinga Bulek (ibu cilik;panggilan
untuk adik perempuan ibu) tapi terlambat
karena dia sudah hamil enam bulan . Sejak
itu dia murung, ketakutan. Dia berpikir
kalau benar terjadi bagaimana dirinya
nanti, siapa yang mau menggantikan
suaminya kalau dia dicerai.
“Malang benar nasibku” begitu katanya
sambil meratapi nasibnya.Begitulah hari
demi hari dia lalui. Dia memandangi
perutnya yang semakin membesar. Sampai
kandungannya berusia sembilan bulan dia
tampak tertekan dan semangat hidupnya
hilang. Dia merasa sebentar lagi dia akan
melahirkan dan dia trauma apalagi
ditambah ucapan suaminya itu.
Mimipi Suami Si Ibu
_______________________________
“Esok harinya suaminya mendatangi ibu .
Dia bercerita bahwa tadi malam dia
mendapat firasat buruk. Dia bermimpi
melihat pohon mangga berbuah tetapi
buahnya gugur ke tanah. Dia hitung buah
yang gugur sebelas biji. Selesai menghitung
dia melihat pohon mangga itu layu dan
mati tapi masih ada satu buah yang
tergantung di pohon. Tidak lama kemudian
pohon itu tumbang bersama buah ke dua
belas….uhuk…uhuk..uhuk” mbah harjo
terbatuk-batuk sambil menghela napas
panjang. Ibu-ibu yang mendengarkan cerita
mbah harjo celingukan. Mereka saling
pandang satu sama lainnya. Putri mbah
harjo tidak berani bersuara, dia terdiam
seakan-akan sudah tahu kemana arah jalan
cerita ibunya itu. Mbah harjo meneruskan
ceritanya:
“Selang dua minggu kemudian ada orang
datang memberitahu ibu bahwa buleknya
telah tiada bersama dengan anak yang ia
kandung. Dia meninggal saat melahirkan
dan jabang bayi yang ia kandung juga ikut
meninggal. Bulek ibu dikubur bersama
dengan bayinya yang terahir. Keluarga ibu
mendapat duka yang dalam terlebih lagi
suami buleknya. Dia sangat menyesal
kenapa dia sampai mengeluarkan kata-kata
seperti itu. Kalau dia ingin menceraikan
istrinya kenapa tidak dia ceraikan ketika
belum hamil mengapa harus menunggu
sampai anak ke duabelas. Hal ini menjadi
perbincangan yang ramai di keluarga
sampai pada akhirnya suami almarhumah
bulek pergi dari rumah tanpa pamit.
Hampir setengah tahun kami mencarinya
tapi jejaknya tidak kelihatan. Ada yang
mengatakan dia ke luar pulau Jawa dan ada
yang mengatakan dia sudah meninggal dsb.
Selang lima tahun kemudian kami
mendapatkan kabar bahwa dia sekarang
sudah berkeluarga dan mempunyai
keturunan tiga orang anak, dua laki-laki dan
yang bungsu perempuan.
Titipan Tuhan Pada Ibu Adalah Tanda
KepercayaanNya
Lama kejadian ini kami simpan tidak pernah
kami bahas lagi hingga pada suatu hari
almarhum ayahmu menceritakan kejadian
ini kepada temannya di kampung.
Temannya itu menjawab :
“Saya pernah bertanya kepada ibu saya
kenapa ibu saya punya sebelas orang anak
dan saya adalah anak kesebelas sedangkan
bude saya (kakak perempuan ibu) tidak
punya keturunan. Ketika hal ini saya
tanyakan ibu saya menjawab :
“Barangkali Tuhan percaya kepada ibumu
oleh sebab itu dia menitipkan hambanya
sampai sebelas orang sedangkan mbakyu
(kakak perempuan) tidak dia beri
momongan (anak). Apakah Tuhan tidak
percaya kepada mbakyu ?” tanya ibu kepada
saya. Saya tidak menjawab karena saya
takut salah dan menyinggung perasaan
orang tua. Ibu saya meneruskan,
“Anak itu kan titipan, betul…. ? Apakah
kamu mau menitipkan sesuatu kepada
orang yang tidak kamu yakini dia bisa
menjaganya ?. Oleh karena itu jika jika
kamu nanti dititipi Tuhan apapun wujudnya
hendaklah kamu jaga titipan itu sebaik-
baikya jangan kamu sia-siakan”
Ibu-ibu tukang ngerumpi itu paham dengan
cerita Mbah Harjo, sebab menjaga dengan
baik titipan itu termasuk tanda terimakasih
kepada Sang Penitip yang telah percaya
menitipkan hambaNya kepada mereka.
semoga bermanfaat silahkan saling berbagi dan ambil ibrahnya,salam santunku_____^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar