Rabu, 27 Juni 2012

Gadisku

Hai gadis, Ku tahu kau bukan gadis lemah Atau seorang gadis yang kesepian Kau mampu memberi semangat Kau mampu menatap tegas dunia Di antara beragam tugas yang mendera Di antara lika liku kehidupan kota Kau tangguh bagai karang di lautan Kawan gadismu bertebaran Meski sementara luput dalam pandanganmu Banyak yang mencintaimu Meski kadang terabaikan Gadis, mengapa kau cari cinta yang lain Mengapa kau cari kasih yang tersisih? Ya, kasih yang tersisih Dengan mencari seorang saudara Yang kau panggil Abang, Kakak, Mas Dan ku tahu ia bukan saudara kandungmu Kau mendekatinya seolah kau teramat mengenalnya Kau bilang kau nyaman Melebihi persaudaraan dengan kawan gadismu Kau labuhkan tiap rasa padanya Dan sekali lagi Kau dan dia berbeda jenis kelamin Kau bilang sudah kau anggap abang Yang kutahu baru sebulan kau mengenalnya Entah siapa yang mengesahkan hubungan “persaudaraan” mu Sedang ku yakin orang tuamu pun tidak tahu Kau bilang hanya sebagai abang Mungkin terjerumus dalam hubungan terlarang Rasa cinta bisa jadi mengincar Panah syaithan bisa jadi memburu Gadis, aku yakin Sudut terdalam hatimu akan merintih Jika kau selalu abaikan nuranimu Yang inginkan kau selalu dalam kebaikan Gadis, kau wanita mulia Ruang hatimu, cukup Allah saja yang tahu Lelah ragamu, biar saja Allah jadi pelipur lara Atau kau bisa curahkan pada Ayahmu, Ibumu, saudara kandungmu Kawan gadismu dan yang menenteramkan hatimu Sebenar-benar kenyamanan hati Hanya dalam balutan ridhaNya Karena kau wanita mulia

Selasa, 19 Juni 2012

Antara Ayah, Anak dan Burung Gagak


~ Antara AYAH, Anak dan Burung Gagak... ~

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.
Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,
“Nak, apakah benda itu?”
“Burung gagak”, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat,
“Itu burung gagak, Ayah!”
Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama.
Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat,
“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika.
Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah,
“Itu gagak, Ayah.” Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.
“Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan????
Itu burung gagak, burung gagak, AYAHHH…..!!! ”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.
Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan.
Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama.
“Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah.
Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.
“Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,
“Ayah, apa itu?”
Dan aku menjawab,
“Burung gagak.”
Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya.
Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.” Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara,
” Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta MARAH .”

Lalu si anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya memohon ampun atas apa yg telah ia perbuat.


PESAN:
Jagalah hati dan perasaan kedua orang tuamu, hormatilah mereka.
Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangimu di waktu kecil.
Kita sudah banyak mempelajari tuntunan Islam apalagi berkenaan dengan berbakti kepada kedua orangtua.Tapi berapa banyak yang sudah dimengerti oleh kita apalagi diamalkan???

Ingat! ingat! Banyak ilmu bukanlah kunci masuk syurganya Allah.

SEBARKAN ke teman anda jika menurut anda catatan ini bermanfaat….

by virouz007

Author : PercikanIman.org