Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Saudaraku, melihat wajahmu saja, hati ini kembali
bergemuruh…
Iman terasa memasuki rongga-rongga tak terlihat…
Bukankah kalian adalah cermin bagi diri…
Wahai saudaraku, mari sejenak kita beriman…
Semoga ada wajah-wajah yang tak
pernah mengeluh. Mengeluh akan amanah. Mengeluh akan
sebuah kesibukan. Masih banyak kewajiban yang harus
segera ditunaikan. Jatah waktu yang terus berkurang.
Amanah akan terasa sebagai beban. Bukankah dakwah tak
membutuhkan kita, kita lah yang membutuhkan dakwah.
Dakwah ibarat kereta yang akan meninggalkan stasiun-
stasiun. Kereta yang terdiri dari berbagai gerbong. Kereta itu
akan tetap melaju meski tanpa gerbong.
Kekuatan seorang muslim ada pada malam sebagai waktu
terbaik pengaduan. Air mata muhasabah membasahi
seluruh permukaan wajah. Hanya Allah tempat terbaik untuk
mencurahkan. Apapun yang akan terjadi. Ingatlah bahwa
ketika kau tidak mempunyai siapa-siapa selain Allah. Allah
itu lebih dari cukup bagi seorang muslim.
Semoga persaudaraan kita tak dapat diukur oleh harta. Tak
dapat diukur oleh perhiasan ataupun kekayaan lainnya.
Semua itu bersifat sementara. Namun, keberadaan seorang
saudara yang shalih jauh lebih bernilai untuk terus
meluruskan niat. Untuk terus menempa diri menjadi lebih
baik. Sungguh tak ada yang dapat menggantikan posisi
ataupun kedudukan seorang saudara di hati seorang muslim.
Semoga ada wajah-wajah yang tak pernah mengajak kita
untuk menggunjing, memfitnah, dan sibuk dengan aib orang
lain, namun lalai akan kekurangan dirinya sendiri. Semoga
kebersamaan dengan saudara kita bukan sebagi penambah
dosa kita, namun sebagai pemberat amalan kita.
Semoga selalu ada saudara seperti Abu Bakar yang
membenarkan dan senantiasa menjaga kepercayaan
saudaranya yang telah dibangun sejak lama. Semoga selalu
ada saudara seperti Umar Al-Faruq yang selalu hati-hati
mengingatkan kita, bersama menegakkan kebenaran dan
melawan kebathilan. Bukankah amalan jamaah lebih baik
dan terasa ringan dibanding amalan munfarid? Semoga
selalu ada saudara seperti Utsman, dengan kelembutannya
banyak orang lain turut mencintainya, membangun bersama
citra positif Islam. Sebab saudara ibarat lem perekat dalam
perjuangan meniti jalan.
Kita rindu bersua dengan wajah-wajah ini dalam perjalanan.
Keberadaan saudara yang saling menguatkan, bukan malah
melemahkan. Nasihat bijak sebagai teguran. Bukan teguran
di depan umum yang diharapkan namun kelembutan hati
nan ketulusan.
Inilah dia wajah-wajah keimanan.
Yang digambarkan
Rasulullah yang satu menjadi cermin yang lain. Ada inspirasi
saat memandangnya. Ada ide cemerlang dan energi isi ulang
melihat keteduhannya. Ada muhasabah diri saat berada di
dekatnya. Subhanallah, betapa kita merindukan wajah-wajah
seperti itu. Wajah-wajah itu adalah wajah-wajah saudara
kita di jalan Allah.
Kita rindu wajah Ash-Siddiq Abu Bakar yang membuat kita
tak lagi merasa ragu dan bimbang.
Kita rindu wajah Al-Faruq
untuk membuang segala perasaan takut (pengecut) kita. Kita
rindu wajah Utsman yang selalu pemalu dalam bersikap. Kita
rindu wajah Ali yang selalu bersahaja dalam berbuat.
Wajah-wajah saudara kita di jalan Allah menjadi warna
tersendiri dalam menghiasi perjuangan kita. Kita tak sendiri,
selalu ada mereka yang menguatkan, selalu ada nasihat bijak
yang disampaikan, selalu ada salam yang menentramkan.
“Itulah yang diperbuat Keimanan…
Membuka mata dan hati…
Menumbuhkan kepekaan…
Menyirai kejelitaan, keserasian, dan kesempurnaan…
Iman adalah persepsi baru terhadap alam…
Apresiasi baru terhadap keindahan,
dan kehidupan di muka bumi,
di atas pentas ciptaan Allah,
Sepanjang malam dan siang…
(Sayyid Quthb)
Saudaraku, mari sejenak kita beriman…salam santun_______^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar